Kehidupan

Sebuah cerpen:

Kehidupan

Sumber: pinterest





Pelangi sembunyi lagi, melirik takut pada awan hitam yang menguasai langit muram, sedang hujan kian cepat berlari memeluk bumi. Tanah enggan dibasahi, tapi tak ada tempat yang mampu melindungi. Para kupu-kupu menepi ke bawah dedaunan rimbun, mencari tempat hangat untuk beristirahat sejenak. Bunga-bunga membuka kelopaknya, membiarkan air berlinang di sana.

Thea mengerti dengan semesta, tapi semesta enggan untuk mengerti dirinya. Thea menyukai alam ini, tapi alam tak menyukainya kembali. Thea tahu bahwa tak semua pertanyaan berujung pada pernyataan, tapi tak ada salahnya terus berharap, 'kan? 

Thea tahu, hidupnya sangat sulit, tapi dia masih bisa makan teratur setiap hari, masih bisa memandang mentari di pagi hari, masih bisa mendengar kicauan burung saat sore datang. Itu cukup, sangat.

Dilahirkan dari seorang wanita yang menganggap ia adalah sebuah kesalahan bukanlah kemauannya, ditelantarkan di depan pintu panti saat masih berusia lima juga bukan inginnya. Itu semua memang sudah tertulis sebagai jalan hidup: takdir. Setidaknya, Thea masih bersyukur karena sang ibu tidak membunuhnya saat masih janin. Sedikit saja, ada sedikit rasa hangat ketika mengingat bahwa dirinya juga diberi ASI sampai usia dua, meskipun sang ibu melakukan itu dengan setengah hati. 

Besar dan tumbuh di panti tidak membuat Thea malu sama sekali, dia punya banyak saudara di sana, banyak orang tua dan teman sebaya. Dia senang, tidak menyesali apapun yang sudah terjadi, lagi pula itu tiada guna. Panti memberi mereka makanan yang layak, pakaian, juga pendidikan. Selama dua belas tahun berada di dalam sana adalah kenangan membahagiakan yang tak ingin ia lupakan sampai kapanpun. Kasih sayang yang ia dapat dari para pengurus begitu banyak dan berlimpah, canda tawa juga sering bergema dalam ruang itu.

Sekarang, diusianya yang ke tujuh belas menuju delapan belas, berakhir sudah masanya berada dalam pengawasan, dia harus mandiri. Bermodal ijazah SMA, meski tidak bisa kuliah dia tetap bisa mencari kerja. Kerja yang mudah saja, gajinya tak seberapa juga tak apa, yang penting cukup untuk makan sehari-hari dan biaya kontrakan, mungkin akan ditabung sedikit jika ada sisa. 

Hidup sendiri itu susah. Namun, susah bukan berarti tak bisa, 'kan? Dia bisa bersandar pada Tuhannya, bisa meminta doa sebanyak-banyaknya. Tidak apa sendiri, tanpa orang tua pun dia bisa mengurus diri sendiri, seperti yang sudah-sudah.

Kepada para pengurus dan kepala panti, Thea berterimakasih sebanyak-banyaknya. Kepada Adinatya, Thea bersyukur bertemu teman sebaik itu. Kepada semesta, Thea senang dibiarkan menginjak bumi dan memandang keindahan dunia. Ini bukan akhir, tapi awal dari sebuah buku baru berjudul kehidupan. Thea akan mengisi lembar demi lembar dengan cerita hidupnya, mungkin jurnal atau puisi, bisa juga hanya ungkapan hati saja. Sembari berharap mendapatkan ending yang sempurna. Dia akan berusaha bahagia, tidak, dia akan bahagia.



-end

Komentar

  1. Aku suka bagian ini bukan akhir tapi awal dari sebuah buku yang berjudul kehidupan.. mantep2

    BalasHapus
  2. Kerennn, terus menulis kya gini yaaa. Semangat!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer