Puisi

“Kemustahilan yang nyatanya tak abadi”



Tawa nyaringmu itu,
selalu sampai ke telingaku.
Kerlingan jahil di matamu,
tak pernah luput dari netraku.

Mash teringat akan pagi itu,
saat kau lari menderu-deru,
dengan wajah sedih yang tentunya hanya kepura-puraanmu,
sampai lupa jika kau sedang pakai sandal bulu-bulu.

Semua orang menyukaimu yang gemilang,
semua orang menyukaimu yang menyala terang,
kau bagai sang bintang,
yang terangnya seperti tak akan hilang.

Kau bisa saja mengacuhkan hadirku,
kau bisa saja mengucilkanku dengan kepopuleranmu,
bisa saja matamu tak menangkap keberadaanku,
bisa saja dirimu tak tahu siapa aku.

Tapi,
bagai kemustahilan yang kadang kupikir abadi,
kau tiba-tiba saja datang menghampiri,
Mengajak ke kantin, bilang ingin ditemani.

Tersentak akan ketidakmungkinan,
langsung saja aku berdiri dengan spontan,
bilang pada diri bahwa yang tadi itu hanya khayalan.

Namun nyatanya,
saatku pejamkan mataku dan kubuka lagi,
kau benar-benar nyata di depanku,
sedang menungguku menyambut uluran tanganmu.




[23 Oktober 2020]
{sebuah re-write dengan sedikit tambahan}

Komentar

Postingan Populer