Hari bahagia

 Sebuah Ungkapan Bahagia

Sumber: pinterest

Hari Bahagia

Nadiatus Sufla




Aku tak bisa menahan senyum ini. Sekarang, di depan semua orang, aku berdiri dengan mengenakan toga yang dari dulu aku impikan. Bangga sekali rasanya ketika melihat senyum bahagia terpancar di wajah kedua orang tuaku. Ayah, Ibu, mimpiku sudah terwujud, sekarang saatnya untuk membuat mimpi baru lagi.

Aku memejam sejenak, mengingat kembali apa saja yang sudah aku lalui untuk bisa mendarat di sini. Langkah-langkah kakiku masih terlihat, bukti perjuanganku selama ini. Seberapa banyak halang rintang yang menjadi saksi bisu, seberapa banyak air peluh yang bercucuran di sepanjang perjalanan. 

Rasanya baru saja kemarin aku dinyatakan lulus sekolah menengah atas, bekerja sambilan di banyak tempat sambil membawa-bawa buku, mengikuti ujian masuk di universitas impianku, lalu menjalani hari-hari sebagai mahasiswa baru. Semuanya sudah berlalu, kini aku sudah bukan mahasiswa semester akhir lagi. Aku lulus.

Aku tahu, ini bukan akhir, melainkan awal dari kehidupan yang sesungguhnya. Setelah ini ada banyak hal yang harus kulakukan, aku masih belum bisa bersantai. Namun, di hari bahagia ini, aku ingin melupakan semua apapun tentang esok hari, menikmati segala senyum di tempat ini, bersama orang-orang tercinta. 

Kupandangi wajah wanita yang sudah melahirkan, membesarkan dan merawatku dengan sepenuh hatinya. Keriput mulai muncul di wajah cantiknya, mengingatkanku bahwa beliau sudah tidak muda.

Kupeluk tubuhnya, berterimakasih kepadanya atas semua yang sudah dia korbankan demi diriku. Lalu meminta maaf atas segalanya. 'Maaf, karena dengan adanya diriku, waktumu bersantai jadi tersita. Maaf, karena rengekanku yang meminta mainan-mainan mahal itu, membuat tabunganmu berlubang. Maaf, jika kenakalanku pernah membuat air mengalir di matamu.' Aku sayang Ibu. 

Aku lepas rengkuhan kami, menarik tangannya dan menciumnya. Dielusnya kepalaku dengan lembut sambil berkata, "Selamat, Nak. Mimpimu sudah berhasil kamu raih." Mendengarnya hanya membuat wajahku semakin tenggelam oleh genangan air mata.

Kemudian aku lihat ayahku, beliau tersenyum lebar. Sosok tegasnya yang dulu masih bisa dilihat di dirinya yang sekarang. Lagi-lagi aku memeluknya dan berterimakasih serta meminta maaf. Ayah yang tampa aku ketahui menahan lapar hanya karena ingin melihatku kenyang, yang keringatnya sudah tidak terhitung jumlahnya untuk bisa memasukkanku ke sekolah. 

Terimakasih banyak, kalian berdua, malaikatku di dunia ini. Hari ini tak akan pernah aku lupakan di sepanjang hidupku. 



//

Komentar

Postingan Populer