Kedatangan sang Ayah

 Misteri Ruang Baca

|4| Kedatangan sang Ayah

{Cerbung bagian keempat}

Sinar matahari menyelinap melalui sela-sela tirai jendela, memaksa mata Banu terbuka, ternyata sudah hampir jam tujuh. Berduduk, dia tak menyangka bisa tidur nyenyak. Mengingat ia sempat melewati seramnya kejadian tadi malam, padahal dia memejamkan mata dengan gelisah, mungkin rasa takutnya kalah besar dengan rasa lelahnya. Setelah meregangkan tubuhnya, ia segera bangkit ke kamar mandi, sang ibu pasti sudah menunggu di bawah, aroma masakannya tercium sampai atas.

Banu keluar dari kamarnya bertepatan dengan Banyu yang ingin membuka pintu. "Wah, udah bangun? Eh, udah mandi juga? Gak asik ah, padahal udah mau gue kejutin."

"Ck, ini gue, Banu Zalandi. Bukan Banyu Zidante yang kudu diguncang dulu kamarnya baru bisa bangun. Jangan disama-samain. Beda spesies." Meskipun sebenarnya tadi Banu bangun sangat terlambat dibanding dirinya yang biasanya, biarlah Banyu tak tahu hal itu. "Iya, iya, yang rajin." Banyu terlihat tak terlalu peduli dan langsung turun ke bawah setelah membalas seadanya.

"Wah, Mas Banyu juga bisa bangun sendiri, ya? Biasanya kan Mas Banu mulu yang bangunin, atau Ibu."

"Bibin, diam aja deh." Binta menatap pada Banu sebentar, ketika kakaknya balas menatapnya, ia membuang muka. Banu mengernyitkan dahinya, ada apa dengan adiknya yang satu itu?

Karena meja makan sudah siap, mereka langsung duduk di tempat masing-masing. "Bu, ini buat siapa?" Tanya Banu yang menyadari ada piring dan gelas tambahan di tempat yang kosong. Mereka hanya ada berempat di sini.

"Ayah, Nu," ujar laki-laki dewasa yang baru saja memasuki ruang makan, mereka membelalak melihat datangnya yang tiba-tiba.

"Kapan Ayah pulang?!"

"Kapan sampainya, kok aku gak tahu?!"

"Baru aja nih, beberapa menit lalu," sahutnya sambil duduk setelah mencuci tangannya sendiri.

"Ibu kenapa bisa tahu Ayah mau pulang hari ini?" Tanya Banyu dengan penasaran, karena ibunya menyiapkan makanan sebelum kedatangan sang ayah.

"Sekarang kan udah 2020, Banyu. Ada alat canggih bernama smartphone yang bisa digunakan untuk berbicara jarak jauh," jawab sang ibu, lantas membuat Banu tertawa mengejek pada Banyu. "Ngapain lo nanyain hal yang udah pasti? Gak mungkin kan Ayah sama Ibu telepati atau kirim-kiriman surat pakai merpati? Hahaha!"

Sepertinya Banu sudah agak melupakan rasa takutnya yang sempat meluap-luap tadi malam. Dia terlihat tenang, ah tidak, maksudnya terlihat ribut seperti biasanya. 

"Bentar deh, Nyu. Lo baik-baik aja, kan?"

"Apaan sih, astaga. Tadi ngejek-ngejek, terus tiba-tiba nanyain kabar?! Serem, oi!" Banyu bergidik geli dan ngeri sekaligus.

"Tadi malam kan lo tidur sendirian di ruang baca Ayah, siapa tau kerasukan hantu penyabar yang baik hati? Hm, tapi sejak kapan ada hantu yang hatinya baik, ya?"

"Siapa yang kemarin bilang kalo gak ada hantu di rumah kita? Haduuhh, gue cuman gak biasa aja sama ruang yang terang gitu, ma matiin lampu, takut beneran ada maling, susah deh."

"Kenapa bahas hantu sama maling?" 

"Udah dua hari ini pintu ruang baca Ayah kebuka sendiri, Yah. Coba nanti Ayah cek pintunya, atau pasang CCTV aja biar gampang. Tadi malem aku tidur di sana biar kalo ada apa-apa aku langsung tahu."

"Ah... Ibu kalian sudah cerita tentang itu. Nanti Ayah cek, habis ini mau istirahat dulu."

"Okey!"

"Banyu! Baca doa makan dulu!" Seru Ibunya ketika melihat Banyu mengangkat rotinya ke mulut.


***

Ayah mereka menyuruh semuanya berkumpul di ruang baca nanti malam, beliau masih membereskan barang bawaannya—yang tidak pernah pernah kurang dari satu koper besar—dan beristirahat setelahnya.

Ayah mereka bilang, dia membawa oleh-oleh untuk semua orang di rumah, Banu dan Banyu hanya bisa menghela napas. 'sesuatu' yang akan diberikan oleh ayahnya pasti sesuatu yang aneh 'lagi'. 

Hadiah terakhir yang mereka dapatkan bulan lalu saja, rasanya ingin mereka buang. Namun, ayah mereka tidak akan membiarkan barang temuannya meninggalkan kediamannya. 

"Mau taruhan? Kira-kira benda apalagi yang mau Ayah kasih ke kita?" Ajak Banyu.

"Yang pasti, sesuatu yang gak kita pengen miliki." 

Komentar

  1. Baca cerpen ini mengingatkanku pada zaman smarphone blm android yang kirim 2 surat harus lewat surat malah lebih romantis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pasti lebih asik ya kak, terimakasih sfhsu membaca :D

      Hapus
  2. Sesuatu apaan tuh bikin penasaran bgt cerpennya hehe bagus kak. Aku baru denger kata 'berduduk' biasanya terduduk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, iya. Harusnya terduduk, terimakasih koreksinya kak! :D

      Hapus
  3. Aaakkk.. .Suka cerbungnya ... Jadi penasaran sama kelanjutannya. Cant wait ...

    BalasHapus
  4. waaaah seneng saya bacainnya, ini masih bisa berlanjutkan ya kak? hehehe semangat teruuuus

    BalasHapus
  5. mengalir ceritanya... tapi masih ada typo ya kak

    BalasHapus
  6. whaa, penasaran sama lanjutan ceritanyaa..

    BalasHapus
  7. Biarlah jadi rahasiaaaa.
    Ah, begitu, terimakasih banyak kak koreksinya ^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer