Misteri Ruang Baca #3

 Misteri Ruang Baca 

|3| Mahkluk lain? Ah, masa?

"Bu! Banyu! Binta! Siapa lagi yang tadi masuk ke ruang baca?!"

Banyu yang masih bergolekan di sofa, terkejut ketika mendengar seruan Banu dari lantai atas. Lekas-lekas dia berdiri dan berjalan cepat menuju tangga, sang ibu juga turut keluar dari kamarnya.

"Astaghfirullah, Bu. Ada hantu!" Baru saja naik ke lantai atas, Banyu dikejutkan dengan wajah Binta yang sepenuhnya hitam—gadis itu baru selesai memakaikan masker yang mengandung kopi ke wajahnya—dan ditambah dengan pakaian Binta yang serba putih, ibu mereka juga sedikit terkejut. Pasalnya, sekarang mereka sedang buru-buru, melihat sesuatu seperti ini membuat detakan jantung semakin berpacu.

"Siapa maksud Mas Banyu? Aku?!"

"Ah! Kamu sih ngagetin aja, misi dulu, mau cepet nyamperin Banu nih!"

Binta berdecak, tapi tetap mengikuti langkah kakak dan ibunya. Mereka masuk ke ruang baca berbarengan, dan disambut mata galak milik Banu.

"Siapa yang tadi buka pintunya? Banyu? Bibin? Ayo ngaku! Bu, aku gak suka ya becandaan yang kayak gini, sumpah deh gak banget."

"Loh, Lo nuduh gue, Nu? Lupa ya kita tadi abis ngumpul semua di bawah? Emangnya gue mahkluk apaan bisa teleportasi ke sini dalam sekejap?"

Sang ibu menengahi perdebatan kedua putranya. "Sudah sudah, mungkin kemarin Ibu lupa ngunci pintunya, jadi bisa kebuka sendiri." Banyu mengernyitkan dahi, kemudian menjawab, "tadi siang aku ke sini, Bu. Terkunci dengan baik kok, ga mungkin tiba-tiba bisa kebuka sendiri."

"Bentar, jangan bilang rumah kita seriusan ada malingnya?"

"Nu, udah gue bilang, mustahil maling."

"Jadi maksud lo, ini kerjaan mahkluk lain yang selain manusia, gitu? Ngaco!"

"Ya kan bisa jadi, gue cuman berspekulasi aja." Banyu bukan tipe orang yang penakut, jadi hal ini tidak terlalu jadi masalah baginya, berbeda dengan Banu yang lebih mudah takut akan beberapa hal, hantu adalah salah satunya. Berusaha menyangkal pemikirannya yang semakin ditakutinya, dia mencoba untuk kembali tenang. Berulang-ulang menarik dan membuang napas berat, jantungnya sedang lari-lari di dalam sana.

"Karena sudah malam, gimana kalau Banu atau Banyu tidur di sini dulu? Untuk jaga-jaga?" 

Banu kaget mendengar usulan sang ibu, bagaimana mungkin? Kalau tiba-tiba ada sosok yang melayang-layang datang menghampiri bagaimana? Bisa-bisa besok Banu hanya tinggal nama saking takutnya. Menatap Banyu dengan ragu, berharap dia saja yang menunggui ruangan ini, harus.

"Gak usah natap gue segitunya juga kali, Nu. Iya gue aja yang jaga, kasian ntar kalo lo yang jaga, bisa-bisa anak Ibu yang cowok sisa gue aja."

Banu rasanya ingin mengabsen nama para penunggu kebun binatang keras-keras, tapi ya sudah lah, pikirnya. Lagipula dia sudah terselamatkan dari tugas konyol ini, kamar adalah satu-satunya tempat teraman baginya saat ini.

"Oke, kalau gitu kita kembali ke kamar masing-masing dulu, besok baru dibicarakan lagi tentang ini. Banyu gak apa-apa kan tidur sendiri di sini?" Tanya si ibu.

"Aku gak penakut kaya seseorang kok, Bu. Tenang aja, hehe," sahutnya dengan sedikit menyindir kembarannya. 

"Puas-puasin aja dulu lo nyindir gue, mumpung hari ini gue baik."

"Mimping hiri ini gui biik, hilih," oloknya—mengulang percakapan Banu dengan mengubah semua huruf vokal menjadi huruf I.

Banu hanya mendengus, sedang tidak ingin melanjutkan keributan. "Astaghfirullah Allahumma!" Serunya tiba-tiba, ketika menyadari wajah Binta yang sekarang berdiri tepat di sampingnya. Rupanya sedari tadi dia terlalu fokus pada segala pikiran menakutkan, sampai tidak menyadari hal ini.

"Bin, jantung gue rasanya kayak jatuh ke perut, udah bosen berkulit putih apa gimana, sih. Kok diitem-itemin pake arang gitu?!"

"Ini masker kopi tau! Ah, Mas Banu sama aja kayak Mas Banyu, nyebelin, bikin males, udah lah aku balik duluan, bay!" Lalu Binta langsung kembali begitu saja ke kamarnya, Banu dan Ibu juga keluar, meninggalkan Banyu sendirian.

"Hm, sekarang gue sendirian nih, kira-kira bakal ketemu sama apa ya, haha," monolognya. Untung sofa di sini sangat empuk, jadi punggungnya tidak akan sakit saat bangun pagi nanti.

Di sisi lain, Banu langsung masuk ke kamar dan  menguncinya, naik ke pembaringan, menutup seluruh badannya dengan selimut, membaca doa tidur dan berharap semoga dia tidak memimpikan hal aneh apapun. Ah, rasanya dia ingin sedikit saja menukar rasa takut miliknya dengan sifat berani milik Banyu. Dia tidak bisa tidur dengan tenang.

Malam semakin larut dan masih tidak terjadi apa-apa.


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer