Setangkai mawar biru

 





Setangkai bunga mawar berwarna biru. 

Para perawat yang berjaga di kamar nomer 21 sudah sangat terbiasa dengan kehadiran bunga cantik itu. Bunga yang tidak pernah dibiarkan layu oleh si pengirim. Setiap hari di waktu pagi, seseorang akan datang dan mengganti tangkai bunga kemarin dengan yang baru, selalu seperti itu.

Hari ini pun sama, entah sudah berapa ratus tangkai bunga yang dia antar kemari sejak pasien itu mulai dirawat satu setengah tahun yang lalu. Tidak pernah singgah dalam waktu lama, dia selalu langsung pergi setelah meletakkannya di atas meja. Tidak berkata apa-apa dan lalu saja, bahkan menanyakan kabar terbaru pasien juga tidak. Wajahnya selalu datar tanpa emosi, tidak ada gurat sedih atau gelisah pada wajah si pengirim, meskipun laki-laki itu tak kunjung sadar dari koma.

Di minggu-minggu pertama dia datang, para perawat bahkan dokter selalu menanyainya tentang hal yang dilakukan oleh perempuan itu. Tapi semua tanya yang mereka lontarkan tidak pernah mendapat balasan, dia mengabaikan semua orang. Awalnya mereka sempat berpikir apakah dia penyandang tuna wicara? Namun, tidak, dia nomal. Sangat normal dan sehat.

Karena selalu diabaikan, mereka sudah tidak bertanya apapun dan membiarkan dia melakukan apapun sesukanya saja. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Bagi sebagian orang, mereka akan berkata begitu. Tapi bagi perempuan ini, waktunya terhenti tepat saat dimana dia terakhir kali menatap mata si pasien. 

Laki-laki itu mengalami kecelakaan yang melibatkan sebuah truk dan bus besar saat ingin berkunjung ke tempat si perempuan. Benar-benar suatu keajaiban dia tidak mati di tempat, di antara sembilan belas orang yang terlibat dalam kecelakaan itu, hanya dia yang masih bisa bernapas.

Perempuan itu shok bukan main, mereka akan menikah satu bulan lagi saat tragedi itu terjadi. Kejadian itu menjadi pukulan besar, keluarganya sangat cemas dengan tingkah yang diperlihatkannya, dari jarang makan, jarang tidur dan tidak mau berbicara sepatah kata pun. Membawanya ke psikolog juga percuma, dia benar-benar tutup mulut dan hanya memandang kosong. Setelah dua minggu seperti itu, tiba-tiba dia menjadi lebih baik; makan tiga kali sehari, tidur dan lainnya. 

Minggu berikutnya dia mau berbicara, tapi hanya untuk bertanya apakah boleh jika dia setiap hari pergi ke rumah sakit. Tentu saja boleh, tapi setelah itu dia tidak berbicara lagi, hanya di saat-saat yang penting saja suaranya bisa terdengar. Itu sudah cukup selama dia makan dan tidur teratur.

Suatu ketika, tepat di hari ke-560 laki-laki itu koma, dia terbangun sebentar, benar-benar hanya sebentar. Tapi cukup untuk menjadi harapan bahwa dia bisa terselamatkan nantinya.

Semenjak hari itu, wajah perempuan itu sedikit lebih berwarna. Pada suatu waktu seorang suster kembali menanyakan tentang bunga yang dibawanya.

Lalu, apa jawabannya?

"Bunga mawar tidak memiliki pigmen biru alami, itu sebabnya orang-orang bilang mawar biru adalah lambang kemustahilan. Namun, dengan teknologi di masa sekarang, kemustahilan itu bisa menjadi kenyataan. Sekarang mawar biru sudah bisa dilestarikan, seiring waktu, anggapan orang tentangnya sedikit berubah menjadi sebuah 'keajaiban'. Seperti mawar biru yang awalnya mustahil kemudian menjadi ajaib, saya ingin agar dia diberikan sedikit saja keajaiban itu meskipun rasanya sangat sulit."

Kata-kata pertama yang didengar oleh suster itu darinya setelah sekian lama. Tidak berhenti di sana saja, perempuan itu melanjutkan.

"Jika saja saya boleh meminta, saya ingin menatap matanya, memeluknya dan mengatakan padanya bahwa saya sangat mencintainya seribu kali, ah mungkin sepuluh ribu kali?" 

Setelah mengatakan itu, dia tersenyum untuk pertama kalinya.

Dia mengerti setelah lama sekali berada dalam situasi ini, bahwa mencintai tidak hanya tentang memiliki. Namun, juga tentang melepaskan dan merelakan. Bukan berarti dia pasrah dan menyerah, dia tetap mengirimkan doa tanpa henti pada Tuhan-nya. Hanya saja, sekarang dia sudah siap jika harus melepas kepergiannya. 

"Terus-menerus tidur seperti itu pasti tidak nyaman, jika dia bisa tenang setelah saya merelakan, saya siap. Kita bisa bertemu lagi di lain waktu."

Terkadang, ada seseorang yang sulit membedakan cinta dan obsesi memiliki. Ada juga orang yang terlalu mencintai hingga menyakiti, sebagian lagi memilih merelakan mereka yang ingin pergi, sebagian lainnya masih berjuang mempertahankannya. Semua orang punya caranya sendiri dalam menunjukkan rasa miliknya. Semua orang tidaklah sama. Entah itu tentang cinta, luka atau derita. Pada dasarnya, manusia itu mahkluk Tuhan yang sangat unik.



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer