Review dua short film Cream dan Tilik

 Review dua short film “Cream” dan “Tilik”


Apakah kalian pernah menonton film berdurasi pendek dengan judul “Cream” dan “Tilik”?  Yuk, simak ulasan berikut!


Cream


Ulasan film pertama:

“Cream


Film yang berdurasi 10 menit ini benar-benar menakjubkan, meskipun memiliki premis yang terkesan konyol—dimana menceritakan tentang penemuan krim yang bisa memperbaiki segala hal, dari sebatas noda di wajah, lengan yang patah, bahkan kematian. David Firth berhasil melahirkan karya yang begitu memukau. 

Diawali dengan seorang ilmuan yang memperkenalkan produk barunya, “Cream” kepada dunia. Krim yang bisa memperbaiki bukan hanya tubuh manusia, tapi juga benda-benda bahkan tanah perkebunan dan hutan. Sebuah keajaiban dunia yang menciptakan kebahagiaan.

Orang-orang yang kehilangan anggota tubuh mereka, bisa kembali memilikinya hanya dengan mengoleskan krim ini! Orang-orang yang kehilangan keluarga tercinta juga bisa kembali berpelukan, perang menjadi damai, dunia menjadi indah dan maju. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan krim; kecantikan, kesehatan, kecerdasan, dan bahkan kematian. Setelah berapa lama, ilmuan itu kembali memperkenalkan versi terbaru yang dinamainya "New Cream". Sekarang, krim ini bisa menduplikatkan dirinya sendiri, hingga kita mustahil kehabisan. 

Hal ini membuat kelompok oligarki merasa terganggu, “Cream” begitu banyak membawa kebaikan, menghilangkan penderitaan dan kelaparan. Mereka yang berbisnis di dunia gelap di balik peperangan, merasakan ini adalah sebuah ancaman yang harus dimusnahkan. Mudah saja bagi para orang elit ini untuk membeli media berita dan menyebarkan informasi apapun yang mereka mau ke seluruh penjuru dunia. Kekuatan media massa sangat mengerikan, mereka mengatur apa yang akan kita lakukan dengan informasi yang diberikan, semata untuk keuntungan mereka sendiri.

Kemudian, diakhiri dengan kemusnahan produk ajaib ini dan kembalinya kekacauan pada dunia.

Film ini memiliki animasi yang luar biasa, ada rasa ngeri saat aku melihat tatapan para pemainnya. Namun, sungguh, ini benar-benar bagus dan layak ditonton, banyak pesan yang bisa dipetik darinya. Tentang seberapa besar peran media dalam membimbing manusia, entah kepada hal baik atau buruk, dan seberapa mudahnya kita terpengaruh dan dikendalikan olehnya, tanpa kita sadari.



Tilik



Ulasan film kedua:

“Tilik”


Disutradarai oleh Pak Wahyu Agung Prasetyo, film pendek berdurasi ±30 menit ini diulas secara ciamik dan menarik. Premis sederhana yang dipoles sedemikian rupa menjadi mahakarya milik anak bangsa. 

Mengacu kepada budaya tilik (menjenguk) yang masih sering dilakukan para warga di desa, film ini menceritakan tentang ibu-ibu yang berangkat dari desa menuju rumah sakit, untuk membesuk bu lurah yang sedang dirawat. Di sepanjang perjalanan, fokus masalah ada pada bu Tejo yang ceriwis sekali. Tidak henti-hentinya bu Tejo membahas tentang Dian dan Fikri—anak bu lurah—yang dipikirnya memiliki hubungan khusus. 

Bu Tejo beranggapan bahwa Dian itu bukan gadis baik-baik, pemikiran itu dilandasi dengan informasi yang didapatnya melalui media sosial, kasian sekali jika bu lurah dapat menantu yang seperti itu, tetapi anggapan tersebut disanggah oleh Yu Ning, salah satu ibu-ibu yang ikut serta dalam perjalanan itu.

Perdebatan terjadi, dimana mereka terpisah dalam dua kubu pro-kontra. Bahkan ketika supir memberikan tanda suara untuk menunduk, mereka tidak sadar dan akhirnya ditilang polisi. Karena mereka pergi menggunakan truk milik Gotrek, yang mana sebenarnya, alat transportasi itu tak diperbolehkan membawa penumpang manusia. 

Namun, dengan penuh keributan dan paksaan dari ibu-ibu itu, mereka berhasil lepas dan melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah sakit, mereka terkejut karena kata Dian, bu lurah tidak bisa dijenguk, dilanjut oleh Fikri yang memberitahukan kalau ibunya masih berada di ICU. Mereka kecewa karena gagal menjenguk bu lurah, lalu bu Tejo memulai perdebatan baru dengan Yu Ning, mempermasalahkan kabar tidak akurat yang diberikan Yu Ning kepada mereka.

Karena merasa sayang sudah datang jauh-jauh kemudian langsung pulang, bu Tejo memberikan usul untuk mampir dulu ke pasar besar (Beringharjo) sebelum pulang. Ditutup dengan sebuah plot twist yang dihadirkan di akhir cerita, film ini luar biasa. Silahkan tonton untuk mengetahui apa hal mengejutkannya. :D


Kesimpulan :


Sedikit berbeda dengan "Cream" yang menampilkan penyebaran informasi lewat daring, "Tilik" menunjukkan cepatnya informasi fakta atau hoax dari mulut ke mulut di pedesaan. Inti keduanya sama, masyarakat mudah sekali digiring dengan opini-opini publik yang belum jelas kebenarannya. 

Sisi negatif dari media adalah munculnya berita kotor yang salah, yang lalu dipercaya oleh banyak kalangan sebagai benar. Namun, media massa juga memiliki sisi positif, dimana banyak orang akan mudah mendapatkan informasi tertentu dalam waktu singkat.

Semua hal selalu memiliki dua sisi berlawanan, tinggal kita saja yang pintar-pintar dalam memilah berita yang ingin ditelan. Kedua film di atas sama menariknya, semuanya tergantung perspektif para penonton.

Saya pribadi suka keduanya dengan tema yang diangkat masing-masing, karya yang mengagumkan.

Komentar

Postingan Populer